Rabu, 09 Desember 2015

Paradigma Integrasi dan Interkoneksi Dalam Perspektif Filsafat Islam

Ketika penulis mendapatkan tugas sebagai Direktur Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 2002, konsep integrasi dan interkoneksi menjadi wacana yang aktual bagi kalangan akademisi di IAIN Sunan Kalijaga. Sebagai direktur ketika itu, maka penulis meresponnya dengan mengubah/menambah kurikulum yang ada, dengan menambah tiga mata kuliah yang dipandang sangat penting waktu itu, yaitu 1) metodologi penelitian filsafat, agama dan sosial, 2) agama, filsafat dan sains, dan 3) isu-isu global. Mata kuliah tersebut diajarkan dengan pendekatan intregratif dan interkonektif.

Ketiga mata kuliah ini menjadi bagian utama untuk melakukan integrasi dan interkoneksi yang dimulai dengan menata metodologinya terlebih dahulu, dengan menyatukan mata kuliah metodologi penelitian filsafat, agama dan sosial, yang diajarkan oleh masing-masing ahli di bidangnya, dengan harapan integrasi dan interkoneksi itu bisa dikembangkan dengan landasan metodologi yang mantap. Pada hakikatnya konsep integrasi dan interkoneksi harus dimulai dari integrasi dan interkoneksi metodologinya. Tanpa dasar metodologi yang kuat, maka integrasi dan interkoneksi hanya akan menjadi hal mengawang-awang, tidak jelas dan tidak pernah bisa membumi.

Kemudian mata kuliah agama, budaya dan sains diajarkan dengan tujuan untuk melihat sesuatu masalah dari pendekatan lintas agama, budaya dan sains, sehingga integrasi dan interkoneksi dengan sendirinya akan terbentuk dan terbawa dalam melihat setiap masalah kehidupan dan kemanusiaan. Matakuliah ini sangat penting, karena mata kuliah ini diharapkan dapat mengembangkan paradigma integrasi dan interkoneksi melalui pembentukan tradisi akademik yang berdimensi lintas agama, lintas budaya dan lintas sains, dan ini menjadi tuntutan menjawab problematika kontemporer yang tidak bisa didekati hanya dengan pendekatan tunggal keilmuan. Masalah kemiskinan, kesejahteraan dan perdamian tidak bisa dipecahkan dengan pendekatan tunggal, baik ekonomi semata-mata, demikian juga pendekatan tunggal sosial, politik, budaya mau pun agama.

Selanjutnya mata kuliah isu-isu global ditambahkan sebagai aktualisasi paradigma integrasi dan interkoneksi secara praksis untuk memahami, mendalami dan menganalisis problematika global sebagai fenomena aktual masa kini yang sudah merupakan fenomena global, yang mau tidak mau, pendekatan integrasi dan interkoneksi itu mutlak dipergunakan. Tanpa integrasi dan interkoneksi keilmuan, kita tidak mungkin dapat memahami dan memecahkan masalah-masalah global. Penulis sendiri waktu itu mengajar aspek budaya dalam sains dan agama, bersama dengan Prof Amin Abdulah aspek agama dan Prof Choiril Anwar dari Universitas Gadjah Mada aspek sains, dan penulis pada aspek kebudayaan.
 
FILSAFAT ISLAM SEBAGAI METODA 

Menurut pandangan penulis, filsafat Islam mempunyai potensi aktual untuk mengintegrasikan dan menginterkoneksikan studi-studi keislaman secara praksis. Tanpa dasar filsafat Islam, rasanya sulit untuk dapat mengintegrasikan dan menginterkoneksikan ilmu-ilmu keislaman. Dalam tahap ini, filsafat Islam harus diletakkan sebagai metodologi berpikir, bukan diletakkan pada kajian tokoh-tokohnya dan pemikirannya saja, atau hanya fokus pada tema-tema filsafat saja serta periodisasinya.
Pada hakikatnya setiap studi keislaman, selalu mempunyai dasar filsafatnya sendiri-sendiri. Dalam sejarah perkembangan ilmu, filsafat adalah induk dari setiap ilmu pengetahuan. Karena itu setiap cabang ilmu sesungguhnya mempunyai landasan filsafatnya sendiri sendiri. Ilmu hukum dengan filsafat hukumnya, demikian juga filsafat eknonomi untuk ilmu ekonomi, fisafat politik untuk ilmu politik, juga arsitektur dengan filsafat arsitekturnya dan seterusnya.

Filsafat Islam sebagai metoda, akan mengintegrasikan dan menginterkoneksikan studi-studi keislaman dalam suatu world view yang multidimensional. Dalam buku “Filsafat Islam Sunah Nabi Dalam Berpikir” penulis menyusun cara berpikir Islam yang dikonstruk dari tradisi berpikir Nabi sendiri dalam menjawab berbagai kasus. Dalam sejarah kenabian, terlihat bahwa para nabi dalam menjawab suatu masalah,tidak selamanya bergantung pada wahyu. Demikina juga yang dialami nabi Muhammad Saw., terutama dalam tradisi berpikir beliau sebelum usia empat puluh tahun, atau sebelum beliau menerima wahyu, sedangkan setelah usia empat puluh tahun itu berada dalam konstruksi dialektik antara aqal dan wahyu. Alquran 62:2 dijelaskan yang artinya sebagai berikut : “Dia (Allah) yang mengutus di antara orang-orang ummi, seorang Rasul dari kalangan mereka, yang menjelaskan kepada mereka ayat-ayatNya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya adalah dalam kesesatan yang nyata”.

Dalam pandangan penulis seorang Rasul itu mengajarkan Kitab yaitu turunnya wahyu yang diterima dari Tuhannya yang terjadi secara bertahap sesuai dengan tahapan kehidupan. Sedangkan hikmah, bisa diartikan sebagai penjelasan dan penjabaran yang bisa dimengerti umatnya tentang hakikat kebenaran wahyu yang diterimanya. Dalam kenabian Muhammad Saw., ada yang menyebut hikmah sebagai al hadits. Hikmah juga bisa diartikan sebagai pengetahuan yang mendalam, suatu kearifan yang terdapat di balik realitas, kejadian dan peristiwa. Dalam ungkapan sehari-hari, ketika seseorang dalam kehidupannya menghadapi suatu kejadian, peristiwa, musibah atau ujian, seringkali dikatakan untuk bisa mengambil hikmahnya.

Karena itu, hikmah bisa diartikan sebagai pengetahuan yang mendalam, suatu kearifan yang diperoleh dari balik pemahaman terhadap realitas, suatu wisdom yang lahir dari pemikiran seseorang yang mendalam dalam perjalanan hidupnya. Dengan kata lain, maka hikmah sesungguhnya dapat diartikan sebagai pengetahuan filsafat, yaitu pencapaian atas kebenaran melalui pemikiran radikal terhadap realitas. Dalam konteks kerasulan yang tugasnya mengajarkan kitab dan hikmah, maka pengajaran tentang hikmah ini bisa dipahami sebagai filsafat, karena seorang rasul dalam sejarahnya juga pengajar tentang hakikat kehidupan dan makna hidup bagi manusia, yang sebenarnya menjadi inti dari flsafat.

Alquran 2:269 dijelaskan yang artinya “ Allah anugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya dan barang siapa yang medapatkannya, ia benar-benar telah dianugerahi suatu kebaikan yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah (ulul albab) yang dapat mengerti”. Dalam konteks ini, maka seorang nabi adalah juga seorang yang mendapat pengetahuan hikmah, yang menjadi inti dari filsafat. Seorang nabi juga bisa disebut seorang filosuf sebagai pengajar himah atau filsafat yaitu pengajar hakikat kebenaran segala sesuatu dalam hidup dan menjalaninya.
Untuk mampu mengajarkan kitab yang dikembangkan dalamsuatu hikmah, maka seorang nabi pastinya mempunyai suatu model berpikir tertentu yang memungkinkannya menembus realitas dan menemukan hakikat kebenaran di balik realitas atau kejadian. Model berpikir tersebut dipakai untuk memahami dan mendalami kebenaran melalui integrasi “aql” dan “qalb”.

Dalam Alquran 22: 46 menjelaskan yang artinya “maka tidak pernahkah mereka berjalan di muka bumi, sehingga hati mereka dapat memahami, telinga dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada”.

Selanjutnya dalam Alquran 33 : 21 dijelaskan yang artinya “sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan pada hari kemudian, serta mereka banyak mengingat Allah. Keteladanan nabi yang utama bagi penulis bukanlah pada perbuatannya, seperti cara makan dan memelihara jenggot saja, tetapi keteladanan beliau pada pemikirannya, karena perbuatan adalah tindak lanjut dari pemikiran, pemikiran adalah ibu kandung perbuatan. Bahkan dalam prinsip etika, perbuatan yang tidak disertai pemikiran adalah pemikiran yang tidak disadari, maka perbuatan itu tidak termasuk ranah etika, seperti perbuatan orang yang kehilangan akal sehatnya atau perbuatan orang gila.

Paradigma integratif dan interkonektif sesungguhnya dapat dimungkinkan dengan integrasinya “aql” dan “qalb” sebagai suatu metoda berpikir untuk memahami realitas. Pendekatan integratif adalah pendekatan ulul’albab yang secara jelas digambarkan Alquran 3: 190-191 yang artinya sebagai berikut : “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang adalah tanda-tanda bagi ulul albab, yaitu mereka yang mengingat (zikir/qalb) tentang Allah dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring dan memikirkan (aql, rasio) tentang penciptaan langit dan bumi ; ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia ; Mahasuci Engkau, maka hindarkanlah kami dari siksaan neraka.

Penjelasan Alquran di atas bisa dimengerti akan adanya proses rasional transcendental di mana 1) mengingat (zikir pada kekuasaan Allah) mendahului 2) berpikir untuk memahami dan mendalami semua ciptaanNya di langit dan di bumi,3) dan mencapai proses transendensi dengan 4) kesadaran tidak akan menyia-nyiakan semua ciptaanNya dan aktualitas perbuatan yang terhindar dari siksaan neraka. Ini menjadi metoda berpikir integratif dan interkonektif yang berada dalam jalan hidup seseorang untuk selalu mensyukuri dan menghindari siksaan neraka.

Karena itu, bagi penulis makna surat al fatihah yang dibaca setiap kali oleh seorang muslim ketika menjalankan solat, terutama saat membaca Alquran 1: 6-7 yang dijelaskan artinya : “tunjukkan kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan mereka yang dimurkai dan bukan pula mereka yang tersesat. Maka jalan lurus itu dapat dimengerti sebagai metoda berpikir yang secara konsisten dan lurus, kemudian diaktualisasikan dalam perbuatan yang memberikan manfaat bagi kehidupan bersama, akan menjadi nikmat, bukan laknat apalagi tersesat.

Filsafat Islam sebagai metoda berpikir menjadi dasar bagi peradigma integrative interkonektif, yang secara sistemik menyatukan antara aql, qalb, wahyu dan realitas menjadi suatu metodologi berpikir yang bersifat rasional transcendental, dan selalu berdimensi majemuk. Karena itu, filsafat Islam sebagai metode berpikir seperti yang dijelaskan di atas, akan menjadi dasar dalam merumuskan filsafat dalam studi-studi keislaman. Dalam kaitan ini, maka seharusnya dalam setiap fakultas diajarkan filsafat Islam sesuai dengan bidang kajiannya masing masing, seperti filsafat hukum Islam di fakultas syari’ah, filsafat pendidikan Islam di fakultas tarbiyah, filsafat dakwah Islam di fakultas dakwah, filsafat eknonomi Islam di fakultas ekonomi dan bisnis dan seterusnya.

INTEGRASI DAN INTERKONEKSI SEBAGAI METODOLOGI DALAM STUDI KEISLAMAN

Dalam sebuah forum dialog di TVRI Yogyakarta, penulis selaku rektor UIN Sunan Kalijaga ditanya oleh seorang pemirsa, bahwa berubahnya IAIN menjadi UIN adalah suatu pendangkalan ilmu agama. Pertanyaan mereka itu didasarkan pada fenomena bahwa penguasaan ilmu agama pada alumni UIN lebih rendah daripada alumni IAIN dulu. Pertanyaan itu juga pernah menjadi perdebatan yang panjang di kalangan akademisi IAIN ketika kita akan berubah menjadi UIN.

Di samping itu, pandangan bahwa ilmu keislaman adalah ilmu agama masih tetap kuat di kalangan masyarakat Islam sendiri, sehingga ilmu keislaman bagi mereka adalah ilmu-ilmu agama seperti yang ada di IAIN dulu, yaitu ushuluddin, dakwah, syariah, adab dan terbiyah. Sedangkan ilmu-ilmu di luar studi agama adalah bukan ilmu keislaman. Dengan kata lain, mereka sebenarnya masih berpandangan bahwa Islam adalah agama, bukan kebudayaan, sehinga sains dan teknologi sebagai bagian dari kebudayaan, tidaklah termasuk kajian keislaman.

Karena itu, paradigm integratif dan interkonektif menjadi sangat penting dan fundamental dalam merumuskan kajian-kajian keislaman, di mana posisi Islam sebagai nilai-nilai yang mendasar dan mengikat setiap kajian keislaman yang ada dalam berbagai aspek kebudayaan, baik kebudayaan sebagai sistem nilai, produk maupun eksistensi manusia dalam perjalanan hidupnya yang kompleks.
Dalam pandangan penulis, yang paling sulit dilakukan dalam usaha melakukan integrasi dan interkoneksi studi-studi keislaman adalah bagaimana merumuskan metodologinya. Upaya integrasi dan interkoneksi yang banyak dilakukan sekarang ini adalah mengintegrasikan dan menginterkoneksikan materi kajian dari studi studi keislaman dalam kajian ilmu-ilmu umum atau sebaliknya, seperti mengintegrasikan materi kajian kajian Islam, terutama Alquran dan Alhadits diintegrasikan dan diinterkoneksikan dengan bidang kajian-kajian ilmu-ilmu umum.

Konsep pohon ilmu ilmu keislaman (Prof Imam Suprayogo) serta konsep jaring labah-labah ilmu ilmu keislaman ( Prof Amin Abdullah) menurut pandangan penulis yang sempit ini, rasanya belum sampai merumuskan pada metodologinya. Integrasi dan interkoneksi model ini, seringkali diimplementasikan dengan melakukan integrasi infrastruktur fisik dan non fisik, termasuk material dan bahan ajar dalam pengembangan keilmuan dalam suatu konsep universitas.

Dalam pandangan Islam, sebenarnya tidak mengenal dualisme pendidikan dan dikhotomi keilmuan. Pendidikan harus dilakukan secara integratif, sehingga keragaman ilmu bisa saling menyapa dan menyatu dalam memecahkan persoalan kemanusiaan yang makin kompleks. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa masalah masalah kemanusiaan, seperti kesejahteraan, kemiskinan, kebahagiaan, keamanan dan perdamaian, tidaklah bisa dipecahkan dengan pendekatan tunggal keilmuan semata mata. Karena itu, pendekatan integratif dan interkonektif adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan yang semakin global ini.

Jika kita akan menempatkan integrasi dan interkoneksi sebagai suatu metodologi, maka dalam setiap jenjang pendidikan di UIN Suka baik S1, S2 maupun S3nya, bagaimana jabaran dalam kurikulumnya. Demikian juga halnya dalam berbagai fakultas yang ada, bagaimana integrasi dan interkoneksi sebagai metodologi dapat diimplementasi-kan dalam berbagai fakultas, sehingga sehingga masing-masing keilmuan yang dikembangkan oleh setiap fakultas berada dalam ikatan metodologi yang sama, yaitu integrasi dan interkoneksi.

Semoga bermanfaat wallahu a’lamu bishshowab.

(Disampaikan dalam rangka Seminar “Praksis Paradigma Integrasi Interkoneksi Ilmu dan Transformasi Islamic Studies”, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Convention Hall, 22-23 Oktober 2014).

Sumber :
http://uin-suka.ac.id/id/kolom/detail/30/paradigma-integrasi-dan-interkoneksi-dalam-perspektif-filsafat-islam

Rabu, 30 September 2015

Traveling Blog

Assalamualaikum

Hallo pencinta dunia blogger...

Shareing blog kini bakal jadi salah satu cerita simpel dari blog ini, karena berbagi itu indah dan Tuhan menyukai Keindahan jadi, Mari berbagi. berbagi itu tidak harus mahal yang penting ikhlas dan bermanfaat.

Blog perdana yang bakal dishare adalah blog yang baru saja lahir kedunia. Untuk mendukung hobby menulisnya jadi, yuk mampir sebentar, siapa tahu nanti ketagihan. tidak susah ko cukup klik disini.
memang baru ada sedikit postingan tapi InsyAllah bermanfaat.

“Revenge”



...Aku membeci darah, semua darah bernilai hina...
Psycho – Dark – Teen - Ficlet (440 words)

Hidup ini penuh dengan ketidakadilan, dimana yang kaya semakin kaya, dan  yang miskin semakin menderita. Hukum kini tidak memihak pada siapa yang benar, melainkan pada dia yang berkedudukan. Aku muak!

Saat kasta menjadi pembanding antar manusia, mereka yang dianggap memiliki kasta rendah, serendah-rendahnya dianggap bukan manusia. Mereka dikucilkan, diabaikan, diacuhkan. Saat yang pandai dielu-elukan dan yang bodoh tersingkirkan. Mereka bilang tidak ada manusia yang bodoh, hanya ada manusia yang malas. Ya, manusia malas yang bahkan terlalu malas untuk mendengarkan ungkapan itu. Aku muak!

Dan mereka itu, adalah aku. Hanya aku.
Tawa sinis selalu terdengar dari mulutku, oh betapa indahnya hidup saat dirimu melihat mahkluk menjijikan bernama ‘manusia’ mati secara perlahan. Ya, aku pembunuh. Manusia yang membuatku jengkel karena ucapannya. Menyakiti hidupku dengan mulut kasarnya, pendidikan tinggi? Cih, itu bahkan tidak membantu mulut mereka, hanya membuang-buang tenaga dan uang.

 “tenang saja kawan, aku hanya memberi makananmu sedikit Arsenik- Ah tidak-tidak, kurasa aku memberinya terlalu banyak”

“Apa?!”

“aku bilang Arsenik, lihat! Warna kulitmu mulai berubah, Apa sakit? Tenang, itu tidak bertahan lama. Perlahan-lahan kamu akan mengalami gangguan fungsi hati, jantung, paru-paru dan ginjal lalu.. Ah, lihatlah nanti, tapi tenang saja, kamu masih memliki kesempatan hidup sekitar 15 menit, atau mungkin kurang dari itu”

“brengs*k!”

“hei-hei.. gunakan waktumu untuk meminta ampunan, banyak-banyaklah berdoa”

“A-apa salahku?”

“kamu bahkan masih memiliki kekuatan untuk berbicara, hebat!. Baiklah sebenarnya ini bukan kesalahanmu, hanya saja kamu terlibat didalamnya. Ayahmu, ayahmu memfitnah ayahku dengan mengatakan bahwa dia adalah pencuri berkedok guru, karena ayahmu adalah kepala sekolah, tak ada satupun orang yang membela ayahku. Masih Ingat?”

Aku menatap matanya yang memerah, itu pasti sakit.

“ayahku dipecat karena ayahmu, dia menjadi pengangguran. Hidup kami yang susah semakin susah, setelah ayah dipecat ibuku kabur, dia meninggalkanku. Kemudian, ayah sakit parah, semua rumah sakit menolak merawatnya sampai akhirnya dia meninggal. Dan aku hidup sendiri menanggung banyak hutang”

Aku tertawa sinis mengingat semua itu, menceritakan kisahku pada orang sekarat.

“ayahmu mati sebelum aku balas dendam, jadi kamu yang harus menanggungnya. Rasa sakitmu bahkan hanya sebagian dari rasa sakitku, setelah kejadian itu aku dikucilkan, di sekolah aku tidak dianggap, sampai akhirnya aku dikeluarkan. Mereka bilang aku terlalu bodoh, hahaha”

“aku berusaha menjadi orang lain agar bisa membunuhmu, membalaskan dendamku. Dan ya, terimakasih telah mempercayaiku untuk memasakan makanan ini untukmu, aku benar-benar bahagia”
Aku mnceritakan itu semua padanya, bahkan setelah aku tahu dia telah matipun aku tetap bercerita. Aku benar-benar lega sekarang, terimakasih.

Setelah membunuhnya, Aku meyerahkan diriku pada pihak berwajib, tujuan hidupku telah selesai, hasrat balas dendamku telah terpenuhi. Dan mati, adalah hukuman atas tindakan kejiku.
Aku membenci darah, semua darah bernilai hina. Termasuk darahku.

THE END



Text by : Neneng Pujiyanti 
Picture from Google

Sabtu, 28 Februari 2015

Googling With Fun, Fun With FTI Yarsi

Pelatihan Googling With Fun, FTI Universitas Yarsi

"Googling With Fun" dari judul acaranya saja sudah menggunakan kata "Fun" so pasti ACARANYA menyenangkan. Acara Googling With Fun ini diselenggarakan oleh Program studi S1 Ilmu Perpustakaan dan Informasi , FTI Universitas Yarsi Jakarta Pusat, dalam rangka FTI Festival 2015.

Acaranya memang sederhana tapi dikemas dengan menarik. kenapa? karena setelah para peserta diberikan materi, peserta langsung mempraktikan materi tersebut. Nah, hal itu membuat peserta lebih cepat menangkap dan meningat materi yang disampaikan. Bukan hanya itu kakak-kakak mahasiswa juga turut mendampingi para peserta sehingga, jika peserta ada kesulitan kakak-kakak mahasiswa sudah siap siaga untuk membantu.

Acara ini diadakan pada hari Sabtu, 28 Februari 2015, Tepatnya hari ini. Acara ini juga diadakan secara gratis, peserta tidak dipungut biaya apapun, Meski Gratis banyak fasilitas yang didapatkan peserta, seperti Sertifikat, Coffee Break dan makan siang tempat pelatihannya juga bagus. See! acara gratis tapi kualitas Fantastis.

Jumat, 20 Februari 2015

"Parade Singkat di Sore Hari"

SONLIS'15 Day Three



Panitia SONLIS itu baik dan kreatif. Ya, fakta itu berhasil didapat setelah melihat para panitia SONLIS yang dengan sukarela melakukan aksi parade singkat, dengan berjalan-jalan santai menggunakan kostum yang erat kaitannya dengan Primordial Age.

“Akulah binatang jalang…”

Puisi karya Chairil Anwar tersebut dibacakan dengan baiknya oleh salah satu paniti SONLIS, Riki. Riki menggunakan konstum khitobah yang merupakan salah satu perlombaan di SONLIS. Menggunakan kostum khitobah kok baca puisi?, “Ya karena kita kekurangan orang, jadinya saya sekalian aja pake baju khitobah plus baca puisi, puisinya juga nggak hapal-hapal banget hehehe…” ujarnya saat diwawancarai, Jumat (20/02).

Parade singkat ini bertujuan untuk menghibur para peserta dan pengunjung SONLIS yang sedang beristirahat, sekaligus menunjukan kekompakan panitia-panitia SONLIS. Meski singkat dan simpel karena hanya dipersiapakan satu malam saja Parade singkat ini cukup menarik minat orang banyak untuk melihatnya.



Text and Photo By Neneng Pujiyanti

“Makhluk nocturnal, Pencipta Keindahan”

#ChallengeDayThree


Dinosaurus, salah satu hasil karyanya


Sonis Linguistic adalah ajang yang sangat memperhatikan setiap detail, salah satunya adalah dekorasi yang membuat acara ini semakin menarik. Tapi, pernah nggak kalian berfikir kapan dekorasi itu disiapkan?. Padahal acara ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut, dan selalu menyuguhkan dekorasi yang indah setiap harinya. Dan disinilah penulis berhasil menguaknya.
Hamdan sang Koordinator

Dekorasi yang indah ini dibuat sesuai dengan tema Primordial Age. Dekorasi yang berbeda pada setiap hari dan setiap perlombaan adalah karya makhkul-makhluk nocturnal yaitu panitia Dekorasi. Kerja dimalam hari membuat panitia ngerasa banyak kesulitan pas menyiapkan dekorasi-dekorasi yang indah untuk setiap harinya.

Hamdan sang koordinator mengungkapkannya “sulitnya jadi panitia dekorasi sih kalo sholat subuh tuh yah kadang kesiangan” begitulah yang hamdan katakan. Memang tidak mudah menjadi panitia dekorasi, selain kerjanya pada malam hari sekitar pukul sepuluh malam sampai dini hari, kekurangan bahan dan tenagapun menjadi kendala membuat mereka harus kerja ekstra.

hiasan bazar
Hamdan mengatakan bahwa menjadi panitia dekorasi harus siap begadang untuk menghasilkan dekorasi yang sesuai dengan keinginan. Semua dekorasi baik yang outdoor maupun indoor harus dikerjakan dengan ikhlas agar sesuai harapan. Hal-hal kecil seperti penunjuk arah tempat pun tak luput dari perhatian sang makhluk nocturnal.











Text and Photos By Neneng Pujiyanti

"Berasa di Atlantis"

SONLIS'15 Day Three "3D Wall Magazine"

salah satu Miniatur karya peserta


Pembuatan miniatur
Atlantis disebut-sebut hanya sebagai mitos. Tapi di SONLIS kita bisa melihat Atlantis. Pelombaan 3D Wall Magazine membuat kita bisa merasakan dunia Atlantis.  Para peserta berusaha menunjukan kebolehannya dengan konsep-konsep yang menarik melalui miniatur-miniatur yang tertata rapih. Menunjukkan bahwa “inilah karya kami” dan mendapatkan hasil yang memuaskan tentu saja adalah tujuan para peserta.


Iik Nurikmah salah seorang peserta 3D Wall Magazine dari
SMAN 12 Kabupaten Tangerang

SMAN 12 Kabupaten Tangerang adalah salah satunya. Mereka berhasil membuat GSG ( Gedung Serba Guna) MAN IC Serpong  yang merupakan tempat perlombaan berasa seperti di Atlantis dengan konsep The last night of Atlantis . Perlombaan yang sifatnya kelompok yang terdiri dari 6 anggota ini, bikin mereka harus kerja sama buat  menentukan konsep, cari-cari history seputar Atlantis.

Mendapat posisi lima tahun sebelumnya buat mereka makin semangat ikut lomba di tahun ini. Karena Persiapan yang matang  mereka optimis bakal menang, “nentuin konsep sih udah lama, pas udah tau temanya kita langsung searching gitu” ujar Iik Nurikmah yang merupakan Jubir (Juru Bicara) SMAN 12 Kabupaten Tangerang.


Miniatur  bangunan tua pada massa Yunani, pilar-pilar, dan dominasi warna biru yang melambangkan lautan, kerlap-kerlip dari lampu miniatur juga pencahayaan  yang sengaja diminimalisir membuat tema Atlantis ini benar-benar terasa.




Text & Photos By Neneng Pujiyanti